Minggu, 19 Juni 2011

KLONING MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM


BAB I
PENGANTAR

A.      Latar Belakang
Di era globalisasi saat ini Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi ( IPTEK ) sangat berkembang dengan pesat. Perkembangan IPTEK adalah sebuah fenomena dan fakta yang berlangsung secara terus menerus dalam kehidupan. Pada awal abad 20 bioteknologi modern mulai berkembang diawali dengan penemuan antibiotic. Perkembangan selanjutnya didukung oleh penemuan dibidang biokimia, biologi sel, mikrobiologi dan lain-lain. Perkembangan teknologi sel mencapai puncak dengan ditemukanya proses kloning atau kultur jaringan.
Akhir - akhir ini kloning tentang manusia menarik perhatian public, terutama dikalangan umat islam. Upaya penerapan kloning pada manusia telah menimbulkan reaksi pro dan kontra dari berbagai kalangan dan berbagai pandangan yang dikeluarkan sama-sama memiliki argument yang cukup kuat. Melalui rekayasa genetika (kloning manusia) telah memunculkan berbagai problem, pertanyaan-pertanyaan etis, serta tingkat kekhawatiran manusia yang sangat mencemaskan terhadap seluruh perkembangannya.

B.  Tujuan Penelitian
1.  Mengetahui hakekat kloning manusia.
2.  Mengetahui pandangan islam terhadap kloning manusia.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kata kloning berasal dari bahasa inggris “Cloning” yaitu suatu usaha untuk menciptakan duplikat suatu organisme melalui cara aseksual (tanpa hubungan antara laki-laki dan perempuan) atau dengan kata lain mengcopi atau penggandaan dari suatu makhluk melalui cara non seksual.[1]
Pada tahun 1997 seorang ilmuan, Dr. Ianwilmut dan rekan-rekannya di Institut Roslin melakukan penelitian dengan teknik duplikasi domba dengan cara non seksual yang menghasilkan domba “dolly” itu merupakan terobosan besar dalam dunia biologi. Kloning terhadap organisasi tingkat tinggi seperti hewan dan manusia di buat dari sebutir inti sel dewasa, yang melalui proses sebagai berikut: Sel diambil dari organ tubuh tertentu lalu di tempatkan kedalam cawan petri dengan konsentrasi rendah. Karena mengandung sedikit makanan, maka setelah beberapa kali sel berhenti membelah, dan sel berada dalam keadaan tertidur, mirip dengan keadaan sewaktu inti sel seperma bergabung dengan inti sel telur setelah pembuahan Sebuah sel yang belum di buahi diambil dari jenis sel lain., inti sel beserta DNA-nya disedot keluar sehingga yang tersisa hanyalah sebuah sel telur kosong tanpa nekleus namun tanpa memiliki segala pelengkapan sel telur yang di perlukan untuk menghasilkan sebuah janin.. Enam hari kemudian, embrio dari pembelahan sel itu di tanam kedalam induk rahim ketiga. setelah masa kehamilan, induk ketiga akhirnya bayi cloning yang secara identik dengan induk yang menjadi donor DNA[2]
Dalam surat kabar kompas juga pernah diberitakan dua kasus tentang cloning yaitu : Severino Antinori, ginekolog terkenal asal Italia, mengaku berhasil mengkloning tiga bayi sekaligus. Dokter kontroversial yang pernah membantu wanita menopause berusia 63 tahun untuk melahirkan ini mengungkapkan keberhasilannya dalam majalah mingguan Oggi yang terbit, Rabu (4/3). Menurutnya, ketiga bayi ini terdiri dari dua laki-laki dan satu perempuan. Kini mereka telah berusia sembilan tahun. “Saya membantu melahirkan ketiganya dengan teknik kloning manusia. Mereka lahir dalam keadaan sehat dan baik-baik saja hingga sekarang,” jelas Antinori
Kasus kedua adalah seorang ilmuwan asal Amerika Serikat, dr Panayiotis Zavos, yang diam-diam mengkloning manusia. Kepada surat kabar Inggris, Independent, Zavos mengaku berhasil mengkloning 14 embrio manusia, 11 di antaranya sudah ditanam di rahim empat orang wanita. Tidak diketahui di mana Zavos melakukan kloning tersebut karena di Inggris, tempat ia tinggal, dan sejumlah negara, kloning manusia dilarang. Beberapa kemungkinan muncul tempat di mana Zavos melakukan kloning, antara lain di Timur Tengah atau di Amerika Serikat, tepatnya di Kentucky, lokasi kliniknya, atau Siprus tempat ia lahir. Tapi empat pasien yang menjadi tempat penanaman sel hasil kloningnya disebutkan, tiga di antaranya wanita sudah menikah dan satu wanita lajang. Keempat wanita itu masing-masing dari Inggris, Amerika Serikat dan sebuah negara di Timur Tengah yang tidak disebutkan.
Untuk uji coba berikutnya, Zavos merekrut 10 pasangan muda untuk menjadi obyek uji coba berikutnya. “Banyak pasangan yang berminat untuk mencoba proses kloning ini di rahimnya,” ujarnya. Zavos sudah menetapkan biaya untuk setiap orang yang ingin mengkloning. Biaya yang ditetapkan 45.000 dollar AS hingga 75.000 dollar AS atau sekitar Rp 492,3 juta sampai Rp 820,5 juta (kurs Rp 10.940). Harian Independent menerbitkan berita itu setelah mendapatkan rekaman video hasil proses kloning yang dilakukan Zavos. Bayi hasil kerja Zavos diperkirakan akan lahir dalam beberapa waktu ke depan. “Tidak ada keraguan dalam hal ini. Bayi hasil kloning akan muncul. Apabila kami meningkatkan usaha, kami akan mendapatkan bayi kloning dalam satu atau dua tahun. Tetapi kami belum tahu sampai sejauh mana peningkatan usaha yang  kami dilakukan,” ujar Zavos seperti dilansir Independent.[3]

BAB III
LANDASAN TEORI

Kloning yaitu suatu proses yang menghasilkan sel atau individu baru dengan komposisi genetic yang sama  tanpa menjalani proses reproduksi secara seksual. Cloning dibedakan menjadi dua yaitu cloning alami dan cloning buatan ( level DNA; sel, jaringan dan organ ; individu ). Pada kesempatan kali ini kita hanya akan membahas cloning buatan terutama level individu. Proses kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki atau tanpa adanya laki-laki yang terjadi pada sel-sel tubuh.
Cloning buatan pada level induvidu dibagi menjadi dua yaitu dengan transplantasi embrio dan fussion cell cloning.
1.      Transplantasi embrio
Sperma dari laki-laki A dan ovum dari wanita B dipertemukan di luar tubuh. Sewaktu embrio dalam tahap blastula , zona pelusida dilisiskan. Masing-masing dari sel tersebut ( bersifat 2 n ) ditanam pada rahim  wanita C. ketika bayi itu lahir, bayi tersebut identik dengan laki-laki A dan wanita B.
2.      Fussion cell cloning
Kloning  teknik ini adalah membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleusnya), dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita yang telah dihilangkan inti selnya dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau inse­minasi buatan.
Fussion cell cloning contohnya yaitu pada domba dolly. Berikut beberapa langkah proses cloning domba dolly. Domba A sebagai donor nucleus difusikan ke sel telur domba B. setelah embrio dalam tahapan blastula, embrio di transplantasikan ke rahim domba B. Ketika bayi domba tersebut lahir, bayi domba tersebut identik dengan domba A. [4]
BAB 1V
PEMBAHASAN

A. Hakekat Kloning Manusia
Metode kloning berbeda dari metode pembuahan biasa dalam satu hal, yaitu sel telur tidak memerlukan sperma lagi untuk pembuahannya. Pada prinsipnya bayi klon dibuat dengan mempersiapkan sel telur yang sudah diambil intinya kemudian di ''fusi'' dengan sel donor, yang merupakan sel dewasa dari suatu organ tubuh. Fusi tadi kemudian ditanamkan ke rahim dan dibiarkan berkembang dalam rahim sampai lahir. Banyak ahli genetik yang skeptis dengan keberhasilan manusia kloning. Dikatakan bahwa bisa jadi hasil ''cloning'' merupakan mahluk hidup yang sama sekali berlainan dari induknya. Para politikus juga masih pro dan kontra dalam memberikan ijin bagi penelitinya dibidang ini.

B. Kloning Manusia Perspektif Al Qur’an
Terlepas dari alasan-alasan ilmiah, seorang muslim hendaknya mempunyai
pendapatnya sendiri berdasarkan agama untuk ikut menyetujui ataupun
menolak kemajuan ilmu ini. Di dalam Islam, kelangsungan hidup manusia dilestarikan secara sunnatullah melalui pembentukan keluarga yang disyahkan oleh syariat islam. Selanjutnya dari pasangan suami istri dilahirkan anak-anak yang merupakan amanah dari Robnya. Sesuai dengan Firman Allah dalam surah Adz Dzariyaat : 49
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (٤٩)
49.  Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.

Dengan metode cloning kelahiran seorang bayi tidak lagi memerlukan sperma ayah. Seorang ibu sudah cukup secara teoritis untuk punya anak. Sedangkan seorang laki-laki, apabila ingin punya anak tidak perlu istri. Cukup hanya memesan sel telur pada suatu firma, memberikan sel nya dari salah satu organnya dan kemudian menitip calon anaknya pada suatu rahim wanita, yang bisa jadi juga telah disediakan oleh firma tersebut. Firma seperti itu bukan khayalan, tapi sudah berdiri di Amerika, salah satunya adalah ''Clonaid'' (Focus, Februari 2001).  Dari cerita ini bisa dibayangkan bahwa lembaga perkawinan akan semakin tidak dihargai dan pembentukan keluarga tidak mempunyai arti lagi bagi manusia. Padahal keluarga dibentuk tidak hanya untuk memproduksi anak, akan tetapi juga untuk memberikan perlindungan psikologis terhadap anggota- anggotanya serta yang paling utama adalah dalam rangka ibadah.
ô وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar Ruum : 21)

Penciptaan manusia dalam Al Qur'an disebutkan pada beberapa ayat yang
secara jelas menggambarkan prosesnya dimulai dari pembuahan sel telur
oleh sperma, kemudian menjadi segumpal darah (fetus) yang tumbuh dalam
rahim dan seterusnya sampai lahir .
إِنَّا خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا (٢)
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), Karena itu kami jadikan dia mendengar dan Melihat. (QS. Al Insaan : 2)
Jadi pertemuan antara sperma dengan sel telur merupakan syarat bagi tercapainya hasil yang sempurna. Selain dengan cara tersebut Alah tidak memberikan jaminan bagi produk yang dihasilkan.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٣٠)
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.  (Ar Ruum : 30)

Seorang anak merupakan hasil kontribusi antara sperma dan sel telur, di mana masing-masing komponen membawa substansi yang berbeda sehingga hanya dari keduanya bisa lahir seorang bayi yang sempurna, dalam arti semua komponen tubuhnya berfungsi dengan normal. Sampai saat ini pembuahan secara konvensional telah terbukti kesempurnaannya. Kalaupun ada bayi yang lahir dalam keadaan cacat, penyebabnya bukan karena kesalahan metodenya. Sedangkan bayi yang lahir dari metode ''cloning'', memiliki banyak sekali kelemahannya yang telah dibuktikan secara secara ilmiah pada berbagai kasus. Sebagai contoh domba ''Dolly'' ternyata lahir setelah melalui experimen sebanyak 272 kali, dengan kelebihan berat badan, jantung yang lebih besar dan juga organ-organ lainnya (Science,vol 279, 1998). Tikus-tikus hawai yang kelihatannya mirip induknya ternyata menunjukkan proses penuaan yang lebih cepat dibanding tikus hasil reproduksi normal. Lebih jauh test genetik membuktikan terdapatnya mutasi dengan frekuensi yang sangat tinggi pada gen-gen hewan produk kloning. Effeknya baru akan terlihat setelah hewan hidup beberapa lama. Dengan demikian apabila seorang manusia dewasa menginginkan anaknya lahir dengan cara ''cloning'', bisa dikatakan dia seorang manusia yang kejam, karena sudah merancang anaknya sendiri untuk menderita cacat baik secara fisik maupun psikologis selama hidupnya.
Tidak seorang pun di dunia ini yang bisa melarang berjalannya penelitian dengan menggunakan embrio manusia. Kecintaan yang berlebih-lebihan pada ilmu dunia ternyata telah membuat manusia lupa pada tujuan utama untuk belajar ataupun mengadakan penelitian. Islam tidak melarang manusia untuk mengadakan berbagai penyelidikan mengenai ciptaan Allah. Agama kita bahkan mendorong agar manusia melakukannya dalam rangka mengenal lebih dekat sang Kholik, mengetahui kebesaranNya, sehingga menjadikan manusia lebih tunduk dan taat dalam mematuhi perintahNya.

C. Kloning Ditinjau dari Beberapa Aspek
Berbicara tentang etika atau nilai ilmu pengetahuan, termasuk masalah cloning ini tentunya tidak adil jika kita hanya melihatnya dari segi dan ruang lingkup ilmu tersebut, namun kita harus lebih bijaksana dengan mengkajinya dari beberapa aspek keilmuan yang lain.
a.       Aspek Teologi
Dalam hal ini al-Qur’an mengisyaratkan adanya intervensi manusia di dalam proses produksi manusia. Sebagaimana termaktub dalam firmanNya Q.S. Al-Mukminun ayat 13-14 yang berbunyi:
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (١٣)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)

13. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)
14.  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa manusia terdiri dari tiga unsur yaitu jasad, unsur nyawa (nafs) dan unsur ruh (ruh).
b.      Aspek ekonomi,
proyek kloning banyak sekali menelan biaya. (dalam Fucus, Februari 2001) Seseorang yang tidak mau disebutkan namanya dari Amerika, telah mengeluarkan biaya sebesar U$ 2,3 juta untuk mengembalikan anjingnya yang sudah mati dengan cara cloning. Jika untuk anjing saja biayanya sudah sangat besar, bisa dibayangkan untuk manusia. Dan betapa tragisnya, bila kita mengetahui bahwa di belahan bumi yang lain, misalnya di Ethipia, setiap hari ada puluhan orang yang meninggal karena kekurangan makan.
c.       Aspek hukum syariah (khususnya masalah nasab dan hubungan famili)
Islam sangat memperhatikan hubungan nasab dan famili, karena berkait dengan urusan yang lebih jauh.  Seperti masalah hukum mahram tidaknya seseorang dengan lawan jenisnya. Masalah warisan, wali nikah bagi seorang wanita, konsep saudara persusuan, nafkah dan kehidupan serta laqab.
seorang anak yang dilahirkan dari proses perkawinan yang sah memiliki kejelasan tentang hal-hal di atas, namun seorang anak dari hasil cloning tidak memilikinya sehingga akan terjadi kerancuan dari segi syariahnya.  Tidak hanya itu, hukum-hukum yang hidup di dalam masyarakat juga akan menimbulkan masalah. Latar belakang keluarga dari garis keturunan ibu dan bapak masih tetap menjadi unsur penting di dalam berbagai pertimbangan hukum. Jika seseorang tidak mempunyai ayah atau ibu konvensional belum ada contoh pemecahannya dalam hukum atau fikih Islam. Berbeda kalau seseorang kehilangan ayah atau ibu karena meninggal dunia atau hilang, dapat segera diselesaikan oleh pengadilan. 
d.      Aspek psikologis
Islam juga sangat memperhatikan hubungan psikologis yang terjalin antara anak dan orang tua. Bila seorang anak lahir dari hasil kloning, maka akan timbul kesulitan untuk memastikan sosok ayah atau sosok ibu yang akan dijadikan tempat perlindungan psikologisnya karena tidak jelas lagi hubungan apa yang dihasilkan dari proses yang tidak wajar itu.


e.       Aspek pertimbangan moral
Kloning terhadap manusia tidak pernah ditemukan ayat dan hadisnya secara khusus, baik yang melarang maupun yang membolehkannya. Namun, secara umum ayat-ayat Al Quran dan hadis berorientasi kepada peningkatan kualitas hidup dan martabat kemanusiaan. Jika kloning manusia terbukti akan melahirkan manusia yang tidak produktif, terutama dalam mengemban amanah sebagai khalifah di Bumi, apalagi jika terbukti menurunkan martabat kemanusiaan, maka kloning dapat ditolak dengan pertimbangan moral.
f.       Aspek Keamanan dan keselamatan
Mengkloning manusia bukan tanpa risiko, bahkan sangat tinggi resikonya. Dengan tingginya frekuensi mutasi pada gen produk kloning, efeknya nanti akan terlihat pada beberapa waktu kemudian. Resiko cacat dan tidak normal pasti selalu menghantui bayi-bayi hasil kloning ini. Bila nanti bayi itu mati, maka siapakah yang bertanggung jawab secara moral atas program pembunuhan misal  bayi-bayi tak berdosa itu , dan bila bayi itu tetap hidup dan memiliki cacat fatal, kepada siapakah mereka bisa mengadu. Di manakah moral dan nurani para ilmuwan saat itu.
g.      Aspek niat dan motivasi
Sementara kalangan yang mendukung kloning manusia mengatakan bahwa teknologi ini demi kepentingan umat manusia. Tapi kenyataannya, dari segi pembiayaan saja sudah pasti kloning manusia memerlukan biaya teramat besar.
Lain halnya kloning sel organ tubuh tertentu untuk keperluan pengobatan. Hal ini memerlukan pembahasan lebih lanjut. Mungkin hal ini bisa dihubungkan dengan pencangkokan organ tubuh yang sudah ada hukumnya di dalam masyarakat.
h.      Aspek Hukum
Dari beragam pertimbangan mungkin pertimbangan hukum inilah yang secara tegas memberikan putusan, khususnya dari para ulama’ fiqh yang akan menolak mengenai praktek kloning manusia. Larangan ini muncul karena alasan adanya kekhawatiran tingginya frekuensi mutasi pada gen produk kloning sehingga akan menimbulkan efek buruk pada kemudian hari dari segi pembiayaan yang sangat mahal dan juga dari sudut pandang ushul fiqh bahwa jika sesuatu itu lebih banyak madharat-nya dari pada manfaatnya maka sesuatu itu perlu ditolak. Dalam masalah ini terdapat beberapa pendapat ulama tentang kloning manusia di antaranya; Muhammad Quraish Shihab mengatakan, tidak pernah memisahkan ketetapan-ketetapan hukumnya dari moral sehingga dalam kasus kloning walaupun dalam segi aqidah tidak melanggar wilayah qodrat Illahi, namun karena dari moral teknologi kloning dapat mengantar kepada perpecahan manusia.
 Munawar Ahmad Anas mengatakan bahwa paradigma al-Qur’an menolak kloning seluruh siklus kehidupan mulai dari kehidupan hingga kematian, adalah tindakan Illahiyah. Manusia adalah agen yang diberi amanah oleh Tuhan, karena itu penggandaan manusia semata-mata tak di perlukan (suatu tindakan yang mubadzir). Sedang Abdul Aziz Sachedia, salah seorang tokoh agama Islam Amerika Serikat mengatakan bahwa “teknologi kloning hanya akan meruntuhkan institusi perkawinan”
Jelas sekali bahwa dari beberapa aspek tersebut, teknologi cloning memiliki manfaat yang sangat sedikit, namun memiliki dampat negative yang sangat beragam.  Seperti dalam bahasa kaidah fiqh dinyatakan :“Menghindari madhlarat (bahaya) harus di dahulukan atas mencari kebaikan atau maslahah”.\ Kaidah ini menjelaskan bahwa suatu perkara yang terlihat adanya manfaat atau maslahah, namun disana juga terdapat kemafsadat- an (kerusakan) haruslah didahulukan menghilangkan mafsadah-nya. Sebab ke-mafsadahanya dapat meluas dan menjalar kemana-mana sehingga akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.[5]
Demikian disyariatkan adanya kesanggupan dalam menjalankan perintah. Sedangkan dalam meninggalkan larangan itu adalah lebih kuat dari pada tuntutan menjalankan perintah.9

BAB IV
PENUTUP


KESIMPULAN

Kemajuan di bidang IPTEK harus di seimbangkan dengan bidang keilmuan yang lain, khususnya agama agar suatu ilmu yang diperoleh bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan tidak disalahgunakan.
Dilihat dari beberapa aspek keilmuan yang telah dikaji, dapat disimpulkan bahwa teknik cloning pada manusia merupakan hal yang dilarang karena memiliki dampak negatif lebih besar daripada manfaatnya.



















DAFTAR PUSTAKA


Departemen Agama Republik Indonesia. 1990.  Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha putra.
Masduki, M. 1997.  Kloning Menurut Pandangan Islam.  Pasuruan: Garoeda.
Mumpuni. N. P. 2009. Diktat Kuliah Pengantar Bioteknologi. Yogyakarta.
Musbikin, Imam. 2001. Qowa’id al-Fiqhiyah.  Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Musthafa, Aziz dan Imam Musbikin. 2001.  Kloning manusia Abad XXI Antara Harapan, Tantangan dan pertentangan.  Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



[1] Aziz Musthafa dan Imam Musbikin, Kloning Manusia Abad XXI Antara
Harapan, Tantangan dan pertentangan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 16
[2] M. Masduki, Kloning Menurut Pandangan Islam, (Pasuruan: Garoeda,
1997), h. 13-15
[3]  Kompas. Com. Diakses 20 Mei 2010
[4] . Mumpuni. N. P. 2009. Diktat Kuliah Pengantar Bioteknologi. Yogyakarta.
[5] Imam Musbikin, Qowa’id al-Fiqhiyah,, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001),

Tidak ada komentar:

Posting Komentar